Kali ini saya akan
membahas dari segi ilmu fiqihnya yaitu berkaitan pada illat / sebab
pelaknatannya yang ada pada hadits berikut :
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد
Sebelumnya saya telah
mengupas makna hadits tersebut dari sisi ilmu alatnya yang kesimpulannnya
sebagai berikut :
1. Kata al-Ittikhaz dalam
hadits tersebut sudah maklum adalah min af’aalit tahwil atau shairurah
(mengandung makna merubah) yang memiliki hokum menashobkan dua maf’ulnya karena
ia juga termasuk saudaranya Dzhann.
Memang ada juga fi’il
ittikhadz yang yata’addi ila maf’ulin wahidin (membutuhkan hanya satu maf’ul)
contoh :
اتخذت
سيارة : Aku telah
membuat mobil.
Dan terkadang oleh
ulama fi’il iitikhazd ini juga digabungkan dengan kata al-Binaa (membangun),
sebagaimana penjelasannya nanti.
2. Kata masjid dalam
hadits tersebut memiliki makna majazan (tempat sujud) dan tidak bisa secara
haqiqatan (bangunan masjid), sebab memang realitanya saat itu mereka membangun
tempat ibadah versi agama mereka yang bukan Islam dan juga tempat ibadah mereka
(Yahudi dan Nashoro) bukanlah masjid.
Maka hadits di atas
ditinjau dari sisi ilmu alatnya adalah :
“ Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashoro itu,
sebab mereka telah merubah kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “
Makna Hadits di atas
senada dengan Hadits :
الأرض كلها مسجد إلا المقبرة
والحمام
“ Bumi itu seluruhnya
layak dijadikan tempat sujud kecuali pekuburan dan tempat pemandian “
●●●
Sekarang mari kita
masuk pada Ushul Fiqihnya untuk mengetahui illat yang menyebabkan datangnya
laknat tersebut. Dan juga saya akan membahas hadits-hadits lainnya yang
menyinggung masalah kuburan. Serta pendapat para ulama berkaitan tentang
persoalan ini.
Dalam Ushul Fiqih ada
kaidah yang mengatakan :
الحكم
يدور على علته وجودا وعدما
“ hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan
meniadakan hokum”
Illat adalah :
الوصف المعرف للحكم بوضع الشارع
“ Sifat yang dijadikan
sebuah hokum dengan ketentuan syare’at “
Contoh Khomr, dalam
khomr ada sifat yang memabukkan, wujudnya sifat memabukkan ini tidak lah
diharamkan hingga syare’atlah yang menentukan keharamannya.
Dan hokum berputar pada
iilatnya bukan pada hikmahnya. Jika ada illat maka timbullah hokum dan jika
tidak ada illat maka hilanglah hokum.
Contoh ; bepergian saat
bulan Ramadhan dibolehkan tidak berpuasa (mokel) dan mengqoshor sholat.
Illatnya (sebabnya) adalah karena bepergian (safar).
Hikmahnya adalah
menghindari kesulitan atau kepayahan (masyaqqah).
Masyaqqah ini atau
kepayahan adalah hal yang relatif pada keadaan masing-masing orangnya. Jika
tidak ada masyaqqah alias hilang masyaqqahnya, maka ia tetap boleh mengqoshor
sholat dan boleh tidak berpuasa.
Karena bepergian itu
merupakan illat yang menimbulkan hokum tsb dan hokum itu mengikuti illatnya
yaitu safar bukan pada hikmahnya yaitu menghindari masyaqqah.
●
Nah sekarang kita bahas
apakah illat yang ada dalam hadits tersebut sehingga menimbulkan pelaknatan. Sekali
lagi saya masih membahas hadits di atas dan belom melebar pada hadits-hadits
lainnya yang semisalnya dan nanti akan kita kaitkan dengannnya.
Untuk mengetahui illat
dalam hadits di atas, maka perlu adanya nash lain yang lebih menjelaskannya. Maka
di sini lebih tepatnya hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah berikut ini :
عن عائشة رصي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه
و على آله و سلم في مرضه الذي لم يقم منه { لعن الله
اليهود والنصارى اتخذو قبور أنبيائهم مساجد } قالت : فلولا ذلك ،
أبرزوا قبره ، غير أنه خشي أن يتخذ مسجداً أي يسجد له
“ Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha beliau berkata “ Nabi
Saw bersabda di saat sakit yang beliau tidak bias bangun darinya “ Semoga Allah
melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi
sebagai tempat sujud mereka “, Siti Aisyah berkata “ Jika bukan karena itu,
maka niscaya para sahabat akan menampakkan makam Nabi akan tetapi (tidak
dilakukan) karena dikhawatirkan makam Nabi Saw dijadikan tempat sujud “. (Bukhari
dan Muslim)
Dari komentar siti Aisyah dapat kita ketahui bahwa sebab
Nabi Saw melaknat orang Yahudi dan Nashoro adalah karena wujudnya penyembahan
atau pensujudan terhadap kuburan tersebut. Oleh karenanya siti Aisyah berkata “
Jika bukan hal itu, maka kuburan Nabi Saw akan ditampakkan akan tetapi
dikhawatirkan (jika ditampakkan) akan dijadikan tempat sujud atau penyembahan
“.
Artinya; Jika bukan karena khawatir makam Nabi
disembah-sembah dan disujud-sujudi oleh orang-orang, maka makam Nabi Saw akan
ditampakkan, tidak lagi di pagari atau didindingi.
Hal ini ditegaskan lagi
oleh imam Al-Qadhi ‘Iyadh Rahimallahu berikut :
قال القاضي عياض: شدد في النهي
عن ذلك ، خوف أن يتناهى في تعظيمه ، ويخرج عن حد المبرة إلى حد النكير فيعبد من
دون الله عز وجل ، ولذا قال صلى الله عليه وعلى آله وسلم
{ اللهم لا تجعل قبري وثناً يعبد } لأن هذا الفعل كان أصل عبادة الأوثان
ولذا لما كثر المسلمون في عهد عثمان واحتيج إلى الزيادة في المسجد وامتدت الزيادة
حتى أدخلت فيه بيوت أزواجه صلى الله عليه وعلى آله وسلم ، أدير على القبر المشرف
حائط مرتفع ، كي لا يظهر القبر في المسجد ، فيصلى إليه العوام ، فيقعوا في اتخاذ
قبره مسجداً ثم بنوا جدارين من ركني القبر الشماليين وحرفوهما حتى التقيا على
زاوية مثلثة من جهة الشمال
، حتى لا يمكن استقبال القبر في الصلاة ، ولذا قالت :
لولا ذلك لبرز قبره اهـ
Al-Qadhi Iyadh berkata “
Beliau benar-benar melarang perbuatan
itu (menampakkan makam Nabi Saw), karena ditakutkan berlebihan dalam mengagungi
Nabi Saw dan akan keluar dari batas motif kebaikan pada batas motif kemungkaran
sehingga ia akan menyembah pada selain Allah Swt. Oleh sebab itu lah Rasul Saw
bersabda “ Ya Allah jangan jadikan kuburanku sebagai sesembahan yang
disembah-sembah “, karena perbuatan ini adalah pokok dari perbuatan menyembah
berhala-berhala. Oleh sebab ini pula, di masa Utsman bin ‘Affan saat masjid
Nabawi butuh pelebaran dan perluasan hingga masuk pada rumah-rumah istri Nabi
Saw, maka makam Nabi Saw dipagari dengan dinding yang agak tinggi, supaya
kuburan beliau tidak tampak dalam masjid, sehingga (jika ditampakkan) orang
awam akan sholat mengarah kuburan nabi Saw dan jatuh pada istilah menjadikan
kuburan Nabi Saw sebagai tempat sujud. Kemudian para sahabat membangun dua
dinding dari dua sudut makam Nabi Saw sebelah utara dan selatan dan para
sahabat merubahnya hingga menjadi sudut segi tiga dari arah selatannya,
sehingga tidak memungkinkan menghadap kuburan beliau di dalam sholat. Oleh
sebab inilah siti Aisyah berkata “ Kalau bukan sebab itu, maka makam Nabi akan
ditampakkan “.
Dari ucapan siti Aisyah
dan penjelasan al-Qadhi, semakin jelas dan terang bahwa illat / sebab Nabi Saw
melaknat kaum Yahudi dan Nashara adalah karena mereka menjadikan kuburan para
nabi sebagai tempat pensujudan yang mereka sembah-sembah. Sehingga mereka
menyembah kuburan tersebut dan telah menysirikkan Allah Swt.
Dalam riwayat yang
lainnya yaitu riwayat Abu Hurairah, disebutkan bahwasanya nabi Saw bersabda :
اللهم لا تجعل قبري وثناً لعن الله قوماً اتخذوا
من قبور أنبيائهم مساجد
“ Ya Allah, jangan
jadikan kuburanku sesembahan, semoga Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan
kuburan para nabi sebagai tempat sujud mereka “.
Setelah Nabi Saw
menyebutkan kata watsanan (sesembahan), maka Nabi Saw mengucapkan laknat pada
kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat sujud, maka kalimat La’anallahu
qouman dan seterusnya merupakan sebagai penjelas makna watsanan yaitu
menyembah kuburan dan sujud pada kuburan yang merupakan perbuatan syirik pada
Allah Swt.
Dan juga merupakan
isyarat agar umatnya nanti setelah beliau wafat, tidak menjadikan makam beliau
Saw seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro pada makam-makam Nabi
mereka yaitu menjadikan kuburan para nabi sebagai sesembahan.
Dalam shahih Bukhari
dan Shahih Muslim disebutkan berikut ini :
{ لعن الله اليهود ، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد } يحذر مثل ما
صنعوا
“ Semoga Allah melaknat
orang Yahudi yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai tempat sujud “.
Si perawi hadits ini berkomentar “ Nabi Saw memberi peringatan agar tidak
melakukan seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi tersebut “ yaitu menjadikan kuburan sebagai
sesembahan.
(Bukhari dan Muslim)
Doa Nabi Saw tersebut agar makamnya tidak dijadikan berhala yang disembah (watsanan yu’bad), merupakan titik penerang atas makna dan illat dari hadits di atas. Dan juga merupakan sebuah isyarat Nabi Saw pada umatnya agar tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashoro yaitu menyembah kuburan nabi mereka sebagai watsanan yu’bad.
Dan telah terkabullah
doa Nabi Saw tersebut, terbukti kaum muslimin sejak awal hingga sekarang ini
tidak ada satu pun yang menjadikan kuburan Nabi Saw sebagai watsanan yu’bad
(berhala yang disembah). Fa lillahil hamdu wal minnah..
Karena kita tahu bahwa
do’a nabi Saw selalu dikabulkan oleh Allah Swt.
Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah Ra, bahwasanya Nabi Saw bersabda :
لكل نبي دعوة مستجابة يدعو بها وأريد أن
أختبئ دعوتي شفاعة لأمتي في الآخرة
“ Setiap Nabi memiliki do’a yang (pasti) dikabulkan
jika ia berdoa, dan aku ingin menyimpan doaku (yang pasti mustajab ini) sebagai
syafa’at bagi umatku kelak di akherat “
Imam Ibnu Hajar dalam
Fathu Al-Barinya berkata mengenai hadits do’a ini berikut :
وقد
استشكل ظاهر الحديث بما وقع لكثير من الأنبياء من الدعوات المجابة ولا سيما نبينا
- صلى الله عليه وسلم - وظاهره أن لكل نبي دعوة مستجابة فقط والجواب أن المراد
بالإجابة في الدعوة المذكورة القطع بها وما عدا ذلك من دعواتهم فهو على رجاء
الإجابة وقيل معنى قوله " لكل نبي دعوة " أي أفضل دعواته ولهم دعوات
أخرى
“ Dzahirnya hadits terdapat kemusykilan dengan beberapa doa para Nabi Saw yang msutajabah terutama Nabi kita Muhammad Saw. Dhahir hadits mengatakan bahwa setiap Nabi hanya memiliki satu doa saja. Maka jawabannya adalah yang dimaksud dengan doa yang dikabulkan dalam hadits tersebut adalah “ doa yang pasti dikabulkan “ adapun selain itu dari doa-doa para nabi, maka selalu ada harapan dikabulkan. Ada yang mengartikan hadits tsb bahwa yg dimaskud setiap nabi memiliki satu doa maksudnya adalah satu doa yang paling utama, dan para nabi memiliki doa-doa yg lainnya “.
●
Komentar para ulama tentang Hadits di
atas :
- Imam Baidhowi dalam kitab Syarh Az-Zarqani atas Muwaththo’ imam Malik berkata :
قال
البيضاوي : لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيما لشأنهم ويجعلونها قبلة
ويتوجهون في الصلاة نحوها فاتخذوها أوثانا لعنهم الله ، ومنع المسلمين عن مثل ذلك
ونهاهم عنه ، أما من اتخذ مسجدا بجوار صالح أو صلى في مقبرته وقصد به الاستظهار
بروحه ووصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له والتوجه فلا حرج عليه ، ألا
ترى أن مدفن إسماعيل في المسجد الحرام عند الحطيم ، ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان
يتحرى المصلي بصلاته .
والنهي
عن الصلاة في المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة انتهى
Imam Baidhawi berkata : “ Ketika
konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan
terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat
menghadap kuburan tsb, maka mereka telah menjadikannya sebagai sesembahan, maka
Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya.
Adapun orang yang menjadikan
masjid di sisi orang shalih atau sholat di perkuburannya dengan tujuan
menghadirkan ruhnya dan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan karena
pengagungan dan arah qiblat, maka tidaklah mengapa. Tidakkah engkau melihat
tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram kemudian hathim ??
Kemudian masjidl haram tersebut merupaan tempat sholat yang sangat dianjurkan
untuk melakukan sholat di dalamnya.
Pelarangan sholat di perkuburan
adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “
(Kitab syarh Az-Zarqani bab Fadhailul
Madinah)
Qoul ini banyak dinukil oleh para ulama
pensyarah Hadits seperti imam Ibnu Hajar Al-Astqalani dalam Fathu al-Barinya
dan imam Al-Qadhi dalam Faidhul Qadirnya, imam az-Zarqani dalam syarh
muwaththo’nya dan selainnya.
Imam Baidhawi membolehkan menjadikan
masjid di samping makam orang sholeh atau sholat dipemakaman orang sholeh
dengan tujuan meminta kepada Allah agar menghadirkan ruh orang sholeh tersebut
dan dengan tujuan mendapatkan bekas dari ibadahnya, bukan dengan tujuan
pengagungan terhadap makam tersebut atau bukan dengan tujuan menjadikannya arah
qiblat.
Dan beliau menghukumi makruh sholat di
pemakaman yang ada bongkaran kuburnya karena dikhawatirkan ada najis, jika
tidak ada bongkarannya maka hukumnya boleh tidak makruh.
Catatan :
Menurut imam Baidhawi larangan yang
bersifat makruh tanzih tersebut, bukan karena kaitannya dengan kuburan, namun
kaitannya dengan masalah kenajisan tempatnya. Beliau memperjelasnya dengan
kalimat :
لما فيها من
النجاسة
Huruf lam dalam kalimat tersebut berfaedah lit ta’lil (menjelasakan sebab). Arti kalimat itu adalah karena pada pekuburan yang tergali terdapat najis. Sehingga menyebabkan sholatnya tidak sah, apabila tidak tergali dan tidak ada najis, maka sholatnya sah dan tidak makruh.
Oleh karenanya imam Ibnu Abdil Barr, menolak
dan menyalahkan pendapat kelompok orang yang berdalil engan hadits pelaknatan
di atas untuk melarang atau memakruhkan sholat di pekuburan atau menghadap
pekuburan. Beliau berkata :
وقد زعـم قـوم
أنّ فى هذا الحديث ما يدل على كراهيّة الصّلاة فى المقبرة وإلى المقبرة، وليـس فى
ذلك حُجة
“Sebagian kelompok
menganggap hadits tersebut menunjukkan atas kemakruhan sholat di maqbarah /
pekuburan atau mengarah ke maqbarah, maka hadits itu bukanlah hujjah atas hal
ini “.
Karena hadits di atas bukan menyinggung
masalah sholat dipekuburan. Namun tentang orang yang menjadikan kuburan sebagai
tempat peribadatan.
2. Imam
Az-Zarqani
dalam kitab Syarh Muwaththo’nya berkata ketika mengomentari makna MASAJID dalam
hadits Qootallahu berikut :
( اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ) أي اتخذوها جهة قبلتهم مع
اعتقادهم الباطل ، وأن اتخاذها مساجد لازم لاتخاذ المساجد عليها كعكسه ، وقدم
اليهود لابتدائهم بالاتخاذ وتبعهم النصارى فاليهود أظلم
“ (Mereka menjadikan
kuburan para nabi sebagai masjid / tempat sujud) yang dimaksud adalah mereka
menjadikan kuburan para nabi sebagai arah qiblat mereka dengan aqidah mereka
yang bathil. Dan menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid melazimkan untuk
menjadikan masjid (tempat sujud) di atas kuburan seperti sebaliknya. Dalam
hadits di dahulukan orang Yahudi karena mereka lah yang memulai menjadikan
kuburan sbgai masjid kemudian diikuti oleh orang nashoro, maka orang yahudi
lebih sesat “.
Kemudian setelah itu
beliau menukil ucapan imam Baidhawi tersebut. Dan setelahnya beliau berkomentar
:
لكن
خبر الشيخين كراهة بناء المساجد على القبور مطلقا ، أي : قبور المسلمين خشية أن
يعبد المقبور فيها بقرينة خبر : " اللهم لا تجعل قبري وثنا يعبد " فيحمل
كلام البيضاوي على ما إذا لم يخف ذلك
.
“ Akan tetapi Hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim
tersebut menunjukkan KEMAKRUHAN membangun masjid di atas kuburan secara
muthlaq, yaitu kuburan kaum muslimin karena ditakutkan penyembahan pada orang
yang dikubur, dengan bukti hadits “ Ya Allah, jangan jadikan kuburanku
sesembahan yang disembah. Maka ucapan imam Baidhawi tersebut diarahkan jika
tidak khawatir terjadinya penyembahan pada orang yang disembah “.
- Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya at-Tamhid lima fi al-Muwaththo min al-Ma’ani wa al-asaanid :
فى هذا الحديث إباحة الدّعاء على أهل الكُفر، وتحريم
السّجود على قبور الأنبياء، وفى معنى هذا أنّه لا يحل السّجود لغير الله جل وعلا،
ويحتمل الحديث أنْ لا تُجعل قبور الأنبياء قِبلة يُصلّى إليها. ثم قال ابن عبد
البر: وقد زعـم قـوم أنّ فى هذا الحديث ما يدل على كراهيّة الصّلاة فى المقبرة
وإلى المقبرة، وليـس فى ذلك حُجة
“ Di dalam hadits itu
mengandung ; dibolehkannya mendoakan buruk pada orang kafir, diharamkannya
sujud di atas kuburan para nabi, semakna juga keharaman sujud pada selain Allah
Swt. Hadits itu juga mengandung makna untuk tidak menjadikan kuburan para nabi
sebagai arah qiblat yang ia sholat menghadapnya. Kemudian dalam ucapan beliau
selanjutanya, beliau berkata “Sebagian kelompok menganggap hadits tersebut
menunjukkan atas kemakruhan sholat di maqbarah / pekuburan atau mengarah ke maqbarah,
maka hadits itu bukanlah hujjah atas hal ini “.
Coba renungkan pendapat imam Ibnu Abdil Barr, bahwa
beliau tidak menjadikan hadits di atas sebagai hujjah pelarangan sholat di
maqbarah atau sholat menghadap ke maqbarah. Bahkan beliau menyalahkan orang yang
menggunakan hadits di atas sebagai pelarangan sholat di maqbarah atau menghadap
maqbarah, meminjam bahasa gaulnya “ Gak nyambung “.
Untuk pembahasan sholat dipekuburan ini, saya akan
kupas pada pembahasan berikutnya setelah ini.
- Imam Ath-Thibiy dalam kitab Mirqah al-Mafatih syarh Misykah al-Mashobih berkata :
: قال الطيبي : كأنه - عليه السلام - عرف أنه مرتحل ، وخاف من
الناس أن يعظموا قبره كما فعل اليهود والنصارى ، فعرض بلعنهم كيلا يعملوا معه ذلك
، فقال : ( لعن الله اليهود والنصارى ) : وقوله : ( اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد )
: سبب لعنهم إما لأنهم كانوا يسجدون لقبور أنبيائهم تعظيما لهم ، وذلك هو الشرك الجلي
، وإما لأنهم كانوا يتخذون الصلاة لله تعالى في [ ص: 601 ] مدافن الأنبياء ،
والسجود على مقابرهم ، والتوجه إلى قبورهم حالة الصلاة ; نظرا منهم بذلك إلى عبادة
الله والمبالغة في تعظيم الأنبياء ، وذلك هو الشرك الخفي لتضمنه ما يرجع إلى تعظيم
مخلوق فيما لم يؤذن له ، فنهى النبي - صلى الله عليه وسلم - أمته عن ذلك لمشابهة
ذلك الفعل سنة اليهود ، أو لتضمنه الشرك الخفي ، كذا قاله بعض الشراح من أئمتنا ،
ويؤيده ما جاء في رواية : ( يحذر ما صنعوا )
Ath-Thibiy berkata “ Seakan-akan Nabi Saw
mengetahui bahwa beliau akan meninggal dan khawatir ada beberapa umaatnya yang
mengagungi kuburan beliau seperti apa yang diperbuat oleh orang Yahudi dan
Nashara. Maka Nabi mngucapkan kata laknat, agar umatnya tidak melakukan itu
pada kuburan Nabi Saw, sehingga Nabi Saw bersabda ; “ Semoga Allah melaknat
orang Yahudi dan Nashoro “ dan sabda Nabi Saw “ Mereka telah menjadikan kuburan
para Nabi sebagai tempat sujud mereka.
Sebab adanya pelaknatan, adakalanya
mereka konon sujud pada kuburan para nabi sebagai bentuk pengagungan pada nabi mereka, dan inilah bentuk kesyirikan yang
nyata. Dan adakalanya mereka menjadikan sholat pada kuburan para Nabi, sujud
pada kuburan mereka dan menghadap kuburan mereka saat sholat, karena mengingat
ibadah pada Allah dengan hal semacam itu dan berlebihan di dalam mengagungi
para nabi, dan hal ini merupakan bentuk kesyirikan yang samar, karena
mengandung pada apa yang kembali akan pengangungan makhluk yang tidak ditoleran
ileh syare’at.
Maka Nabi Saw melarang umatnya dari melakukan hal itu karena
menyerupainya pada kebiasaan orang Yahudi. Atau mengandung syrirk yang samar
sebagaimana dikatakan oleh sebagian pensyarah hadits dari para imam kita. Yang
menguatkan hal ini adalah kalimat riawayat berikut “ Nabi Saw memberi
peringatan agar tidak melakukan apa yang dilakukan oleh orang Yahudi dan
Nashoro “.
- As-Syaikh As-Sanadi dalam kitabnya Hasyiah As- Sanadi berkomentar tentang maksud hadits di atas sebagai berikut :
ومراده
بذلك أن يحذر أمته أن يصنعوا بقبره ما صنع اليهود والنصارى بقبور أنبيائهم من اتخاذهم
تلك القبور مساجد إما بالسجود إليها تعظيمًا أو بجعلها قبلة يتوجهون في الصلاة نحوها،
قيل : ومجرد اتخاذ مسجد في جوار صالح تبركًا غير ممنوع
“ Yang dimaksud hadits
tersebut adalah bahwasanya Nabi Saw memperingatkan umatnya agar tidak berbuat dengan
makam beliau sebagaimana orang Yahudi dan Nashoro berbuat terhadap makam para
nabi mereka berupa menjadikan kuburan sebagai tempat sujud. Baik sujud pada
kuburan dengan rasa ta’dzhim atau menjadikannya sebagai qiblat yang ia
menghadap padanya diwaktu sembahyang atau semisalnya. Ada yang berpendapat
bahwa seamata-mata menjadikan masjid di samping makam orang sholeh dengan
tujuan mendapat keberkahan, maka tidaklah dilarang “ (Hasyiah
As-Sanadi juz 2 hal/ 41)
Maka dengan membaca penjelasan siti Aisyah dan
komentar para ulama di atas dapat kita tangkap bahwa illat, manath, motif atau
sebab pelaknatan Nabi Saw kepada orang yahudi dan nashoro adalah wujudnya
penyembahan pada kuburan, mereka menjadikan kuburan sebagai tempat sujud,
mereka menjadikan kuburan sebagai sesembahan sehingga ini merupakan bentuk
kesyirikan kepada Allah Swt.
FIQHUL HADITS :
- Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat peribadatan sebagaimana kaum Yahudi dan Nashoro menjadikan kuburan nabi mereka sebagai tempat peribadatan yang mereka sujud pada kuburan itu.
- Nabi Saw melarang umatnya mengikuti perbuatanYahudi dan Nashoro tersebut.
- Dalam hadits tersebut tidak menyinggung masalah sholat dipekuburan / pemakaman
- Illat atau sebab Nabi Saw mengecam orang yahudi dan nashoro dengan laknat adalah karena mereka menyembah kuburan dan telah menysirikkan Allah Swt.